Jumat, 09 Desember 2011

Kewarganegaraan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     LatarBelakang
    Manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa di dalam kehidupan ini mempunyai kedudukan yang tinggi, di bandingkan dengan makhluk-makhluklainnya. Jika di cermati dengan seksama, perbedaan itu terjadi karena manusia di karunia kemampuan jiwa, yaitu akal, rasa, kehendak serta keyakinan. Dengan kemempuan jiwanya, kehidupan manusia mampu menghasilkan serentetan produk yang di sebut Kebudayaan. Untuk itu saya mencoba menyusun makalah ini yang di dalamnya mencoba memaparkan keterkaitan antara masyarakat daerah  dan budaya.

1.2     TujuanPenulisan
    Makalah ini di susun berdasarkan atas tugas dari dosen mata kuliah Ilmu Sosial dan Budaya Dasar yang di mana dimaksudkan agar mahasiswa-mahasiswi lebih mamahami dan mendalami mater itentang “HARMONISASI KEHIDUPAN MASYARAKAT DAERAH MELELUI PENDEKATAN KULTURAL”.

1.3     Pokok Permasalahan
Dalam makalah ini akan di bahas masalah:
    Pengertian Budaya
    Mulai Lunturnya Nilai Budaya pada Masyarakat
    Harmonisasi dan Keseimbangan Kebudayaan
    Ingin Masyarakat Daerah  Bangga akan Budaya Lokal
    Masyarakat Multikultural


1.4     Metode Penulisan

    Penyusunan makalah ini digunakan metode kepustakaan di mana saya selaku penyusun mengumpulkan, memilih, dan mengkaji sumber-sumber yang berhubungan dengan masyarakat dan  budaya  yang akan di susun menjadi sebuah makalah.



BAB II
PEMBASAHASAN


2.1  Pengertian Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budiatauakal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan bud idan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan jug asebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.
“Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakanny auntuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bag itingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atasserangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.”
MenurutKoentjaraningratprodukkebudayaandibedakanatas 3 macamyaitu:
1)    Sistemnilai, gagasan-gagasan atau sistem pemikiran yang bersifat abstrak yang hanya mampu dipahami, dimengerti dan di pikirkan.
2)    Benda-benda budaya, yaitu suatu karya kebudayaan manusia yang berupa benda-benda, baik berupa prasasti, candi, pustaka, rumah, kerajinan, dan lain sebagainya.
3)    Suatu sistem interaks iantar manusia dalam kehidupan bersama atau sering di istilahkan dengan kehidupan sosial.
Melalui kebudayaan itulah manusia berkarya, sehingga manusia menjadi makhluk yang berbudaya , terhormat dan beradab. Dan  Negara Kesatuan Republik Indonesia ini mempunyai aspek sosial budaya yang beragam banyaknya. Secara spesifik keadaan sosial budaya Indonesia sangat kompleks, mengingat penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 200 juta jiwa dalam 30 kesatuan suku bangsa. Indonesia memiliki 67 budaya induk yang tersebar dari barat sampai ke timur nusantara. Selain itu Indonesia terdiri atas 6000 buah pulau yang terhuni dari jumlah keseluruhan sekitar 13.667 pulau.
Dari pernyataan diatas dapat diketahui bahwa Indonesia adalah negara yang kaya raya dengan sumber daya alam dan sumber daya budaya yang melimpah. Bangsa kita merupakan bangsa yang serba multi, baik itu multibahasa, multibudaya, maupun multi agama. Semua itu bila dikelola dengan baik dapat dijadikan sebagai potensi untuk memakmurkan rakyat dan memajukan bangsa kita.
2.2  Mulai Lunturnya Nilai Budaya pada Masyarakat

Berkurangnya strereo Budaya merupakan satuan hasil cipta manusia yang berjalan mengisi ruang peradaban. Salah satu manifestasi dari sentuhan manusia. Sebagai hasil ramuan manusia yang lahir dan mampu memberikan nuansa keadilan dan kebersamaan bagi kehidupan sosial. Keadilan yang berwujud pada ruang cipta atas hasil karya yang dikembangkan di bumi nusantara. Menciptakan hasil karya sebagai instrumen kekayaan daerah dan nasional. Masyarakat diberikan sebuah ruang keadilan untuk berkontribusi membangun peradabannya. Kebersamaan yang dibangun akan dipermudah dengan komunikasi melalui pergulatan budaya. Integritas bangsa akan semakin menyatu didukung dengan peranan budaya yang secara esensial menjadi kebutuhan masyarakat secara luas.

Namun ruang keadilan secara kodranyai ini sudah hampir tergerus oleh arus perputaran dan pertukaran budaya asing sebagai proses globalisasi. Hampir di pelosok nusantara sudah terjangkit virus budaya barat yang menggeser peranan budaya lokal di sekeliling kita. Masyarakat secara tidak sadar telah meninggalkan peninggalan alamiah nenek moyang kita. Kebersamaan dalam kacamata sosial masyarakat mulai luntur oleh gejolak sikap individualisme masyarakat. Sikap ini secara cepat berkembang pada dinamika interaksi masyarakat terutama pada masyarakat perkotaan. Rasa sosialisme masyarakat terlucuti oleh pergeseran nilai budaya. Hubungan saling asah asih asuh antar sesama menjadi terkotak-kotak oleh adanya kelas sosial yang cenderung mengucilkan masyarakat kecil dan terpinggirkan.



Disisi lain, masyarakat menjadi plural kontaminatif oleh budaya barat yang menjangkit generasi muda. Masyarakat menjadi plural bukan karena pengaruh khazanah kekayaan budaya yang berupaya mengintegrasikan bangsa. Pengaruh budaya barat menjadi komoditas konsumtif bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Sehingga hal ini berimplikasi pada ahistorical bagi kalangan muda bangsa yang gandrung akan modernitas yang global. Filterasasi yang dilakukan harus selaras dengan keinginan masyarakat untuk melakukan koreksi terhadap segala tindakan yang tidak melenceng pada wilayah propaganda. Melalui budaya barat yang bertentangan dengan norma-norma sosial dan agama yang kita anut.



Misalnya saja sejak kecil kita telah diajari budaya Jawa yang memiliki ranah saling gotong-royong saling bahu membahu membangun masyarakat. Masyarakat sangat demokratis; melakukan kerjasama gotong-royong tanpa pamrih dari, oleh dan untuk masyarakat. Kebutuhan ini, dalam masyarakat sosial Jawa sudah menjadi tradisi yang sudah turun temurun. Konsep anggah inggih ungguh merupakan tatanan nilai yang menjadi pegangan orang Jawa dalam melakukan interaksi dengan sosial masyarakat. Menghormati orang yang lebih tua dalam pergaulan, begitu juga sebaliknya orang yang lebih muda menghargai orang yang lebih tua. Nilai yang terkandung dalam konsep ini tergambar pada harmonisasi yang sudah tercipta secara kondusif pada masyarakat Jawa.



Berbicara tentang pergeseran nilai budaya, maka kita akan berhubungan dengan peran-peran media yang dapat memberikan informasi. Masyarakat akan semakin mudah mengakses kebutuhan informasinya terkait dengan akselerasi dari masyarakat dan komponen yang mempengaruhinya. Melalui media masa masyarakat secara mudah dan cepat memperoleh segala informasi yang menjadi kebutuhan dalam membangun sebuah komunikasi sosial dengan sekelilingnya.



 Pengaruh media menjadi signifikan bagi akselerasi budaya asing yang masuk di negara kita. Klaim publik terhadap media perlu dilakukan sedini mungkin dengan mempresentasikan segala potensi budaya dan ragamnya. Langkah ini sebagai alternatif antisipatif terhadap marjinalisasi budaya di dalam negeri sendiri. Kontaminasi ini menunjukan angka erosi penghayatan terhadap nilai-nilai budaya yang semakin meningkat.



Kembali ke persoalan media, secara aplikatif media masa (cetak dan elektronik) menjadi sarana untuk dapat mempresentasikan segala potensi budaya secara representatif. Khalayak akan semakin mudah mengakses segala bentuk informasi budaya negeri sendiri. Kekayaan negeri ini masih banyak yang belum terjamah oleh mata masyarakat. Apalagi sampai kepada eksposi dari sebuah media yang mempresentasikannya. Ironisnya, banyak pihak asing yang akan dan bahkan telah menguasai potensi dan kekayaan budaya dan wisata di Indonesia. Hal ini perlu diketahui oleh masyarakat sebagai akar rumput penguatan budaya daerah di seluruh pelosok nusantara. Harus ada pembelaan terhadap tradisi dan nilai-nilai kebudayaan negeri serta produk dalam negeri sebagai khazanah kekayaan hasil karya anak bangsa. Kesadaran peran serta media dalam negeri, untuk melakukan pembelaan terhadap eksistensi dan kelestarian budaya bangsa.



Peran budaya ketimuran dimiliki secara utuh oleh bangsa Indonesia yang menunjukan etika sosial dalam pergaulannya. Pasalnya karakter bangsa ini perlu dimiliki oleh semua anak bangsa. Sehingga dari paradigma ini akan lahir satu generasi yang secara komprehensif memahami dan mengetahui bangsa dan budayanya serta mencintai produk dalam negeri.



2.3 Harmonisasi dan Keseimbangan Kebudayaan



Kebudayaan ibarat sebuah tenda yang menaungi berbagai aspek kehidupan manusia. Semakin tinggi dan luas tenda, semakin sehat aspek-aspek kehidupan yang berada di bawahnya, karena terbuka ruang lapang untuk mudah bergerak. Sebaliknya semakin sempit dan rendah tenda yang menaungi membuat berbagai aspek yang dalam naungannya semakin sempit, pengap dan tidak ada ruang gerak. Hal ini berlaku untuk semua aspek kebudayaan seperti sistem kepercayaan dan religiusitas, kesenian, bahasa, organisasi sosial politik, sistem pengetahuan, teknologi, ekonomi dan matapencaharian, dan pendidikan.



Bronislaw Malinowski mengajukan unsur pokok kebudayaan yang meliputi:

    Sistem normatif yaitu sistem norma-norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota masyatakat agar dapat menguasai alam di sekelilingnya,

    Organisasi ekonomi,

      Mechanism and agencies of education yaitu alat-alat dan lembaga-lembaga atau petugas untuk pendidikan dan keluarga merupakan lembaga pendidikan yang utama.

    Organisasi kekuatan ( the organization of force ).

Bronislaw Malinowski sebagai penganut teori fungsional selalu mencari fungsi atau kegunaan setiap unsur kebudayaan untuk keperluan masyarakat.Dalam sebuah tatanan masyarakat sangat diperlukan sebuah harmonisasi struktur, baik struktur norma maupun struktur lembaga. Dua hal yang menjadi kata kunci adalah faktor suprastruktur dan infrastruktur. Dalam perspektif budaya, kedua faktor ini memiliki relevansi dengan pemaknaan manusia atas karyanya, bahwa manusia mengkonstruksi kebudayaan.



       Budaya dan seluruh kompleksitasnya pada hakikatnya harus ditempatkan kembali dalam fungsinya atau difungsikan sebagai pengawas dan pengontrol pembangunan yang sudah semakin berorientasi pada motif-motif ekonomi. Kearifan lokal dalam bentuknya yang berupa kompleksitas budaya merupakan penyangga sekaligus penghubung antara supra dan infra struktur. Talcot Pason menyatakan bahwa kebudayaan pada dasarnya sebagai pengontrol sistem kehidupan demi terselenggaranya  “pattern maintenance ”. Hal ini pada dasarnya sebagai pembentukan nilai harmonisasi.

Dalam harmonisasi terdapat keseimbangan yang bersifat sintagmatik yaitu antara perumusan konsep sosial budaya beserta nilai-nilainya, penataan sosial dan budaya yang baru beserta nilai-nilainya sehingga diperoleh sebuah keteraturan sosial. Hal ini secara sintagmatik dapat dipadankan dengan pertumbuhan ekonomi yang berpijak pada perumusan konsep baru sains dan teknologi sehingga melahirkan inovasi sains dan teknologi sehingga terjadi peningkatan produksi. Antara keteraturan sosial dan peningkatan produksi dapat diperoleh kesejahteraan sosial.

2.4  Ingin Masyarakat Daerah  Bangga akan Budaya Lokal

      

Sejak digagas delapan tahun lalu, acara itu kini rutin digelar setiap tahun dan sudah menjadi acara terbesar se-Asia. Adalah pasangan suami-istri Raymod Lesmana dan Dewi Lesmana yang nekat menggelar sebuah acara bertajuk Sail Indonesia. Menurut penuturan Dewi yang ditemui ketika tengah menunggu para peserta Rally Sail Indonesia 2010 di Pelabuhan Kumai beberapa hari lalu, acara itu adalah hasil inspirasi dia dan suaminya dari kecintaan terhadap Indonesia. Awalnya, Dewi berucap, Sail Indonesia terlaksana begitu saja tanpa melalui proses persiapan yang diiencanakan dari jauh-jauh hari. "Terlaksana begitu saja," kenangnya.Ide mengadakan acara itu lanjut Dewi, tercetus karena melihat banyaknya kapal layar yang masuk ke Indonesia. Agar jalur pelayaran lebih terorganisir sehingga dapat mengunjungi beberapa daerah di Indonesia yang tidak bisa dikunjungi melalui jalur darat, Sail Indonesia pun dihelat.

Dewi yang bersuamikan seorang fotografer itu mengaku sangat mencintai Indonesia yang memiliki 117 ribu pulau dengan budaya dan tradisi yang berbeda. "Saya dan suami ingin sekali menghidupkan budaya yang dimiliki Indonesia dan menunjukkan kepada orang luar kalau Indonesia memiliki seuatu yang tidak dimiliki oleh negara lain mana pun," ungkapnya bersemangat.

Lewat Sail Indonesia, ibu tiga anak ini ingin membuat masyarakat Indonesia merasa bangga dengan budaya yang mereka miliki. Dengan adanya Sail Indonesia, masyarakat Indonesia dapat memberikan sesuatu yang terbaik bagi para pengunjung, yang kebanyakan berasal dari negara lain, dengan memperbaiki pelayanan mereka.

Selain itu juga, dengan adanya Sail Indonesia yang singgah di beberapa daerah ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir. Dewi mengaku tidak memanfaatkan acara Sail Indonesia untuk kepentingan bisnis. Untuk urusan jalan-¬jalan bagi para peserta Sail Indonesia ke daerah yang disinggahi, diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat daerah yang disinggahi. Termasuk soal penginapan dan tempat makan. "Semua saya serahkan kepada masyarakat sehingga masyarakat pesisir pun dapat menikmati kesempatan untuk meningkatkan pendapatan mereka," tuturnya.

Dewi menegaskan, rombongan Sail Indonesia bukan ingin mendapat sambutan dari pemerintah daerah melainkan hanya untuk melihat tradisi dan keseharian masyarakat Indonesia yang mendiami berbagai pulau. "Tujuan Sail Indonsia adalah untuk melihat keanekaragaman budaya yang ada dan bagaimana masyarakat setempat menghidupkan budaya mereka".



2.5  Masyarakat Multikultural

 Apa yang dimaksud dengan masyarakat multikultural? Masyarakat jenis ini kadang disebut sebagai masyarakat majemuk atau plural society. Istilah plural society, pertama kali digunakan oleh JS Furnival untuk menyebut masyarakat masyarakat yang terdiri atas dua atau lebih tertib sosial, komunitas atau kelompok-kelompok yang secara kultural, ekonomi dan politik terpisah-pisah serta memiliki struktur kelembagaan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, atau dengan kata lain merupakan suatu masyarakat di mana sistem nilai yang dianut oleh berbagai kesatuan sosial yang menjadi bagiannya adalah sedemikian rupa sehingga para anggotanya kurang memiliki loyalitas terhadap masyarakat sebagai keseluruhan.

Istilah plural atau majemuk sebenarnya berbeda dengan pengertian heterogen. Majemuk atau plural itu merupakan lawan dari kata singular atau tunggal. Sehingga, masyarakat plural itu bukan masyarakat yang tunggal. Masyarakat tunggal merupakan masyarakat yang mendukung satu sistem kebudayaan yang sama, sedangkan pada masyarakat plural, di dalamnya terdapat lebih dari satu kelompok baik etnik maupun sosial yang menganut sistem kebudayaan (subkultur) berbeda satu dengan yang lain. Sebuah masyarakat kota, mungkin tepat disebut sebagai masyarakat heterogen, sepanjang meskipun mereka berasal dari latar belakang SARA (sukubangsa, agama, ras, atau pun aliran/golongan-golongan) yang berbeda, tetapi mereka tidak mengelompok berdasarkan SARA tersebut.  Heterogen lawan dari kondisi yang disebut homogen. Disebut homogen kalau anggota masyarakat berasal dari SARA yang secara relatif sama. Disebut heterogen kalau berasal dari SARA yang saling berbeda, namun –sekali lagi– mereka tidak mengelompok (tersegmentasi) berdasarkan

Selanjutnya, suatu masyarakat disebut multikultural, majemuk, atau plural apabila para anggota-anggotanya berasal dari SARA yang saling berbeda, dan SARA tersebut menjadi dasar pengelompokan para anggota masyarakat, sehingga dalam masyarakat terdiri atas dua atau lebih kelompok etnis maupun sosial yang didasarkan pada SARA yang pada umumnya bersifat primordial, dan masing-masing mengembangkan subkultur tertentu.  Interaksi antar-kelompok lebih rendah daripada interaksi internal kelompok. Bahkan, di dalam banyak masyarakat majemuk, struktur sosial yang ada sering bersifat konsolidatif, sehingga proses menuju integrasi sosialnya terhambat.



    Agar lebih jelas, berikut dikemukakan ciri masyarakat multikultural menurut van Den Berghe.

1.    Mengalami segmentasi ke dalam kelompok-kelompok dengan subkultur saling berbeda

2.    Memiliki struktur yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang nonkomplemen

3.    Kurang dapat mengembangkan konsensus mengenai nilai dasar

4.    Relatif sering mengalami konflik

5.    Secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan, dan/atau

6.    Ketergantungan ekonomi, dan/atau

7.    Dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok yang lain

    Faktor-faktor peyebab kemajemukan

Meskipun menurut sejarah, masyarakat Indonesia relatif berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi karena keadaan geografiknya, akhirnya masyarakat Indonesia bersifat majemuk. Kondisi geografik yang menjadi penyebab kemajemukan masyarakat, adalah

1.    Bentuk wilayah yang berupa kepulauan. Kondisi ini mengakibatkan, meskipun berasal dari nenek moyang yang sama, tetapi akhirnya mereka terpisah-pisah di pulau-pulau yang saling berbeda, sehingga masing-masing terisolasi dan mengembangkan kebudayaan sendiri. Jadilah masyarakat Indonesia mengalami kemajemukan ethnik atau sukubangsa.

2.    Letak wilayah yang strategis, di antara dua benua dan dua samudera, kondisi ini mengakibatkan Indonesia banyak didatangi oleh orang-orang asing yang membawa pengaruh unsur kebudayaan, antara lain –yang paling menonjol– adalah agama. Kondisi ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal agama. Lima agama besar dunia ada di Indonesia. Lima agama besar yang dimaksud adalah (1) Hindu (pengaaruh India), (2) Budha (pengaruh bangsa-bangsa Asia), (3) Katholik (pengaruh kedatangan bangsa portugis), (4) Kristen (pengaruh kedatangan bangsa Belanda), dan (5) Islam (pengaruh masuknya pedagang-pedagang dari Timur Tengah).

3.    Variasi iklim, jenis serta kesuburan tanah yang berbeda di antara beberapa tempat, misalnya daerah Indonesia bagian Timur yang lebih kering, tumbuh menjadi sukubangsa peternak, daerah Jawa dan Sumatra yang dipengaruhi vulkanisme tumbuh menjadi daerah dengan masyarajat yang hidup dari bercocok tanam. Variasi iklim dan jenis serta kesuburan tanah ini mengakibatkan masyarakat Indonesia majemuk dalam hal kultur, antara lain cara hidup.



    Perilaku dalam masyarakat multikultural

Dalam kehidupan masyarakat multikultural, sering tidak dapat dihindari berkembangnya faham-faham atau cara hidup yang didasarkan pada ethnosentrisme, primordialisme, aliran, sektarianisme, dan sebagainya.

•    Ethnosentrisme merupakan faham atau sikap  menilai kebudayaan sukubangsa/kelompok  lain menggunakan ukuran yang berlaku di sukubangsa kelompok/masyarakat sendiri

•    Primordialisme merupakan tindakan memperlakukan secara istimewa (memberi prioritas) orang-orang yang latarbelakag sukubangsa, agama, ras, aliran atau golongan yang sama dalam urusan publik.

•    Kronisme: memprioritaskan teman. Nepotisme = memprioritaskan anggota keluarga.

•    Politik aliran merupakan  kehidupan perpolitikan yang didasarkan pada faktor-faktor primordial (SARA).

•    Prasangka dan stereotipe ras/etnis adalah penilaian suatu ras/etnis berdasarkan pendapat orang banyak yang belum pernah dibuktikan tetapi dianggap benar.


BAB III
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
•    Indonesia memiliki kebudayaan yang beranekaragam, kebudayaan tersebut telah menjadi jati diri sebagai bangsa Indonesia. Dunia internasional mengenal Indonesia salah satu nya dari keanekaragaman budaya yangdimiliki.
•    Kurangnya minat kaum muda ,serta menurunya kebudayaan daerah karena minimnya  pengetahuan  dalam  menghidupkan  kembali  kebudayaan daerahnya.
•    Masuknya budaya asing menjadi tantangan tersendiri agar budaya local tetap terjaga. Dalam hal ini, peran budaya lokal diperlukan sebagaipenyeimbang di tengah perkembangan zaman.
•    Indonesia memiliki Peluang untuk lebih di pandang di mata negara lain, Indonesia memiliki berbagai macam variasi kebudayaan yang masih belum di  perlihatkan  dan  di  akui  oleh  Negara lain,  sehingga  masih  ada kemungkinan  kita  berdiri  lebih  tinggi  lagi  dengan  memanfaatkan kebudayaan kita.
•    Perlunya antisipasi atau cara-cara agar budaya lokal tidak bercampur dengan budaya asing.
•    Budaya lokal merupakan salah satu kebudayaan besar yang mendominasi kebudayaan Indonesia, karena budaya lokal merupakan wujud dari keragaman bangsa Indonesia yaitu bangsa yang majemuk ( multikultural ). Selain itu budaya lokal juga memiliki fungsi memperkaya kebudayaan Nasional dan mempersatukan berbagai keragaman dalam semboyan bhineka tunggal ika.kebudayaan lokal yang dimaksud adalah budaya daerah yang berasal dari suku bangsa di Indonesia yang jumlahnya mencapai ratusan suku bangsa.
3.2  Saran
    Mempromosikan kebudayaan lokal yang dimilik Indonesia melalui Media cetek,maupun elektronik ke berbagai wilayah yang ada di Indonesia maupun ke berbagai negara luar didunia sangat diharapkan dapat memperkokoh ketahanan bangsa,untuk itu peranan media masa baik cetak maupun elektronik sangat diharapkan untuk ikut dan berperan serta membantu pemerintah untu memperkokoh ketahanan bangsa.